.....Thanks for Visit....Thanks for Visit....Thanks for Visit....Thanks for Visit....

Sunday, July 24, 2011

The Jesus Christ Mosque (Masjid Yesus Kristus)


A mosque named after the central figure of Christianity is to become a milestone of interfaith coexistence in Jordan. Both Muslim and Christian leaders expressed their satisfaction when the Mosque of Jesus Christ was opened some time ago. The place of worship was inaugurated in the town of Madaba, 30 km south of the capital, Amman.

“This is a message to the world that Muslims consider Jesus Christ as their prophet, because he informed humanity beforehand that the Prophet Muhammad was coming”, said the imam of the mosque, Belal Hanina.

“And this also proves that Islam is a religion of tolerance and has nothing to do with extremism”. Hanina explained how Christians and Muslims have lived in peace for a long time and have nurtured fraternal ties in this area of the Hashemite Kingdom, an ardent supporter of interfaith dialogue. Christians account for 10 percent of the residents of Madaba and 5 percent of Jordan, which has five and a half million inhabitants.

“We have lived in peace for centuries with our Christian brothers and feel that this mosque symbolizes our fraternity”, said Abd Horout, a Muslim lawyer from Madaba.

“We have been ordered by our holy book, the Koran, not to differentiate between messengers. We consider Jesus Christ a brother of our prophet, the prophet Muhammad”. In the mosque there are quotes posted from the Koran in praise of Jesus Christ and his mother, Mary.

The “Jesus Christ” mosque was built by the al-Otaibi family, a Muslim clan that has a long history in the Madaba area and distinguishes itself for promoting good relations with the Christian community. “We wanted to give an example to be followed elsewhere for interfaith coexistence” said Marwan al-Otaibi.


Sebuah mesjid yang diberi nama dengan nama figur sentral kekristenan akan menjadi tugu peringatan ko-eksistensi antar iman di Jordania. Baik pemimpin umat muslim maupun kristen mengungkapkan kepuasan mereka dengan pembukaan Mesjid Yesus Kristus beberapa waktu lalu. Tempat ibadah itu dibangun di kota Madaba, 30 km sebelah selatan ibukota Jordania, Amman.

“Ini adalah sebuah pesan kepada dunia bahwa umat Muslim menganggap Yesus Kristus sebagai nabi mereka, karena Dia memberitahukan kepada umat manusia bahwa Nabi Muhammad akan datang” kata imam mesjid itu, Belal Hanina.

“Dan ini juga membuktikan bahwa Islam adalah agama yang toleran dan tidak ada kaitan apapun dengan kaum ekstrimist.Hanina menjelaskan bagaimana umat kristiani dan muslim hidup secara damai untuk waktu yang sudah sangat lama dan memiliki ikatan persaudaraan yang saling menumbuhkan di wilayah Kerajaan ini, dan pendukung yang tulus terhadap diaolog antar iman. Umat kristiani berjumlah 10 persen dari menduduk Madaba dan 5 persen dari penduduk Jordania, negara yang berpenduduk 5,5 juta jiwa.

Kami telah hidup bersama dalam damai selama berabad-abad dengan saudara kami umat kristiani dan merasa bahwa mesjid ini melambangkan persaudaraan kami” Kata Abdul Horout, seorang ahli hukum muslim dari Madaba.

“Kami telah diperintahkan oleh Kitab Suci kami, Al Qur’an, untuk tidak membeda-bedakan para utusan Allah. Kami menganggap Yesus Kristus adalah saudara nabi kami Muhammad.”

Di dalam mesjid itu ditempelkan ayat-ayat dari Al Qur’an yang memberikan pujian kepada Yesus Kristus dan Maria, Bunda-Nya. Mesjid Yesus Kristus itu dibangun oleh keluarga Al Otaibi, suatu klan (keluarga besar) muslim di distrik Madaba yang terkenal karena usaha-usaha mereka untuk menggalang hubungan yang baik antara komunitas muslim dan kristiani.

“Kami ingin memberikan contoh untuk diikuti di mana-mana bagi ko-eksistensi yang damai antar iman”, kata Marwan al-Otaibi

Diterjemahkan oleh sujoko, msc(teks Inggrisnya dari New Advent, salah satu situs Vatican).


Saya mendapat artikel ini dari saudara saya lewat twitter. Saya kira artikel ini cukup menarik untuk dibaca. Membawa pesan-pesan perdamaian bahwa perbedaan itu indah, apalagi kita tinggal di negara yang sangat beraneka ragam suku , agama , dan budayanya.Semoga itu semua tidak membuat kita terpecah belah melainkan membuat kita merasa kaya dan saling menghargai.


source : this blog and this site
photo : this blog

Thursday, July 21, 2011

Dedicated to STAN Accounting 3S-2011


Ini adalah tahun ketiga saya menimba ilmu di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Saya ingat pertama kali saya menginjakan kaki di sekolah ini, saya anak daerah, masih "cupu" sekali tapi ketika hari terakhir kuliah di STAN pun saya masih tetap "cupu". hehehehe...

Banyak hal menarik yang saya lalui di sini. Banyak hal unik yang tidak ada di universitas lain. Ada pembagian kelas, seperti anak SMA, jadi pasti ada ketua kelasnya. Inbox juga selalu penuh dengan yang namanya "JARKOM". "Kuliah di ruang X", "ada tugas Y dari pak Dosen Z" atau cuma sekedar jarkom "teman-teman kumpul yuuuukk" . Kuliah yang santai, tapi membuat galau kalau habis ujian. Apalagi kalau bukan jurang "Drop-Out" dan pertanyaan klasik ; "IP ku berapa ya...?", dan lain lain.

Yang paling berkesan adalah tahun ketiga. Kelas yang heboh bikin betah di kelas. Karakter anak-anaknya unik. Ada yang diam-diam menghanyutkan, ada yang tabah luar biasa kalau diledekin teman-temannya, ada yang hoax juga, segala macam lah.. hahaha.. saya bersyukur pernah dapet teman-teman kelas yang seperti itu. Yang tidak hanya study-oriented, tapi juga mau seneng-seneng bersama.

Banyak kenangan, banyak cerita, banyak ngerumpi, banyak ketawa, banyak foto-foto,dan banyak jalan-jalan yang kami lalui. Dan saya senang bisa mengalami masa-masa itu bersama mereka, ya walaupun saya tidak terlalu pintar untuk berkelakar seperti yang lain. Saya anaknya pendiam sih... (??????) heheheh.


oh iya, BeTeWe soal jalan-jalan, Ini foto-foto kami beberapa minggu yang lalu pas kami makrab ke pulau Tidung. Tiga hari disana main di pantai, bikin api unggun, makan-makan bareng, snorkeling bareng, dan tidak lupa foto-foto. :D :D





















Ada lagi (jalan-jalan lagi) ke mall.. Hanya anak STAN
loh yang ke Mall rombongan... hehehehehe. kapan lagi bisa kayak gini....







atau cuma sekedar di kelas. Ngobrol bareng sambil memperhatikan apa yang dilakuin temen-temen di kelas dan diam-diam mengambil gambar mereka. hihihii..
.





Semuanya terasa menyenangkan. 2 semester sudah berlalu begitu cepat (bagi saya). 3 tahun tidak terasa terlampaui. Ketika nanti sudah di ligkungan kerja belum tentu saya akan mendapat suasana yang seperti itu. Masa muda saya menjadi berwarna dengan adanya "teman-teman". Saya akan selalu merindukan masa-masa itu. Saat kami sudah hidup sendiri-sendiri, belum tentu bisa kompak seperti ini lagi. Lebih -lebih jika sudah berkeluarga, sudah memiliki tanggung jawabnya masing-masing.

Dan saya sengaja menulis ini untuk teman-teman 3S ; Afif, Ijal, Adi (nyablaknya keren di..), Anton, Ari, Aji, Akbar Pak Ketua yang jago ngelobi dosen, Anggit, Arief, Bani, Beni Ibrahim orang yang paling poluler di kelas hehehehe, Beni Irawan, Ucok, Tyas teman dekat saya, Daniyah, Denis, Hadi, Hasz, Herbert, Ilham, Indra, kisnu, Nia, Ipul, Inul, Amzah, Cahyo, Naufa, Nunu, Kebo, Qua, Rahmat, Fita, Rian, Rofi', dan terakhir Rajev.




Senang belajar bersama kalian.. ayoo... tinggal sedikit lagi.. Berjuang buat UAS dan Ujian Kompre-nya... Kita masuk bersama, lulus dan wisuda-pun bersama. Semoga kita sukses dengan cita-cita kita masing-masing. Dimanapun kita ditugaskan nanti, semoga kita selalu memegang erat apa yang senantiasa diajarkan dan dijujung tinggi oleh kampus kita, sebuah kejujuran...

Salam Integritas!!!




Tuesday, July 19, 2011

Chinese Footbinding, Cantik itu Menyiksa!!

Semester lalu saya mendapat mata kuliah Budaya Nusantara. Kuliah itu membahas mengenai budaya suku-suku di Indonesia, termasuk kebudayaan Tionghoa yang memang menjadi budaya pendatang dan mengalami asimilasi dengan budaya Indonesia. Saya masih ingat ketika dosen saya mengatakan bahwa kedudukan wanita China dianggap jauh lebih rendah daripada laki-laki sampai ada tradisi mengikat kaki (footbinding) di China. Saya tidak tahu tradisi macam apa itu, saya pikir hanya “mengikat” biasa atau lebih mengarah kepada “membalut kaki”. Namun setelah mencari tahu, ternyata pengikatan kaki ini sangat mengerikan, jauh dari yang saya perkirakan sebelumnya. Sebuah penyiksaan yang terbungkus rapi oleh kata “tradisi”.

Lotus Tiga Inchi
















Tradisi mengikat kaki (footbinding) adalah sebuah tradisi menghentikan pertumbuhan kaki wanita-wanita China zaman dulu . Pengikatan kaki dilakukan dengan cara membalut kaki dengan ketat menggunakan kain sepanjang duapuluh kaki dengan lebar dua inchi dan proses pengikatan kaki ini dimulai sejak para wanita tersebut masih kecil.

Pertama-tama kaki diikat dengan kain tersebut. Semua jari kaki ,kecuali jempol, ditekuk ke bawah telapak kaki mendekati tumit. Hal ini menyebabkan kaki menjadi lebih pendek. Proses ini berlangsung beberapa tahun. Bahkan setelah tulang-tulang jari itu patah, kedua kaki harus tetap diikat siang-malam dengan kain tebal, sebab begitu ikatan dibuka, jari-jari itu akan berusaha kembali ke bentuk semula. Balutan kaki tersebut setiap hari semakin diketatkan agar kaki menjadi semakin kecil.. Kemudian kaki yang dibalut tersebut dipaksa masuk ke ke sepatu yang kecil; “Lotus Shoes”. Dalam budaya China, semakin kecil kaki wanita, semakin cantik pula wanita itu. Panjang kaki yang diikat kira-kira antara 7-15 cm (3-5 inchi)

Jika balutan terlalu ketat, maka akan muncul buku-buku di telapak kaki yang harus dipotong dengan pisau. Kuku kaki harus dipotong agar ketika ditekuk kuku tidak menusuk daging dan menjadikan daging membusuk kemudian menimbulkan infeksi. Kaki juga harus direndam dalam air panas dan dingin untuk sedikit meredakan rasa sakit.



Praktek pengikatan kaki diperkenalkan sekitar seribu tahun lalu, konon oleh seorang selir kaisar. Wanita yang berjalan terhuyung-huyung dengan kaki mungil tidak hanya menimbulkan kesan erotis; laki-laki juga senang bermain-main dengan kaki mungil yang disembunyikan dalam sepatu sutera bersulam indah. Dalam bahasa China kaki-kai itu digambarkan sebagai “bunga lili emas tiga inchi”. Dengan kaki diikat wanita akan berjalan seperti ranting rapuh diembus angin musim semi. Begitulah gambaran ideal wanita China yang dilukiskan pera seniman tradisional. Kerapuhan si wanita akan membuat pria yang melihatnya akan merasa ingin melindunginya.


Pengikatan kaki dimulai pada masa akhir dinasti Tang (618-907) dan mulai menyebar pada golongan kelas atas sampai pada zaman dinasti Song (960-1297), pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1644-1911), budaya mengikat kaki menyebar luas dalam mayoritas masyarakat China sampai akhirnya dilarang pada Revolusi Sun Yat Sen tahun 1911. Kelompok yang menghindari adat ini hanyalah bangsa Manchu dan kelompok migran Hakka yang merupakan kelompok paling miskin dalam kasta sosial China. Kebiasaan mengikat kaki ini berlangsung selama sekitar seribu tahun dan telah menyebabkan sekitar satu milyar wanita China mengalami pengikatan kaki.

Tidak sedikit anak-anak perempuan terkena infeksi bahkan meninggal dan itu dianggap normal.Di zaman itu ketika seorang wanita menikah pun, hal pertama yang dilakukan keluarga pengantin laki-laki adalah memeriksa kaki si wanita. Kaki yang tidak diikat dianggap membawa malu bagi keluarga besar pengantin laki-laki. Terkadang ada ibu yang sangat iba melihat putrinya kesakitan dengan kaki yang diikat seperti itu kemudian melepaskan ikatannya. Namun, ketika putrinya tersebut sudah dewasa dia harus menghadapi hinaan dan cemoohan dari keluarga suaminya dan masyarakat sekitar.
Bagaimana dengan sekarang? Cantik itu menderita. Pernah dengar ungkapan “beauty is pain”? ungkapan itu sepertinya masih berlaku. Banyak wanita yang rela kakinya kesakitan menggunakan sepatu-sepatu “high heels” atau sepatu yang seperti ini. Jadi apa bedanya?

It’s just another suffering for beauty.

source:wikipedia

Sunday, July 17, 2011

Jadi Insidious itu.....

Sudah dari beberapa hari yang lalu saya membaca status twitter teman-teman saya tentang film insidious. Pertama saya merasa biasa saja, tetapi karena ada beberapa orang yang "ngetwit" : "ini filmnya seram abis" jadi saya penasaran. Kebetulan ada teman sekosan saya, Tyas, yang memiliki film itu. Jadi ya kami bertiga menontonnya bersama. Saya pernah bercerita tentang Tyas di post yang lalu kan? Ya itulah dia, salah satu teman dekat saya.

Tadi malam saya ke kamarnya bersama teman saya yang satu lagi, Yaya. Kami mematikan lampu dan memasang speaker dan menonton film itu lewat komputer, jadi bisa dibayangkan kan, kami membuat bisokop mini... :D dan Insidious itu ternyata......hmm kita lihat saja reviewnya....

Kisah ini bermula dari satu keluarga, Renai dan John Lambert (Rose Byrne dan Patrick Wilson) yang memiliki tiga anak pindah ke suatu rumah. ini dia rumahnya:

Awalnya kehidupan mereka biasa saja, seperti keluarga lain. Tapi pada suatu saat satu dari satu dari ketiga anak mereka, Dalton, mengalami koma. Dia tidak bangun dari tidurnya. Dokter berkata anak ini tidak mengalami sakit atau apapun yang menggangunya dan Dalton akan segera bangun dalam beberapa hari, namun kenyataannya tiga bulan kemudian Dalton yang sekarang dirawat di rumahnya, masih terbaring tak sadarkan diri alias masih koma.

Sejak saat itu kejadian-kejadian aneh menghampiri rumah itu, mulai dari suara-suara hingga masuknya orang ke dalam rumah pada tengah malam yang membuat beberapa kali alarm rumah berbunyi. Renai tidak tahan dengan kejadian-kejadian itu. Dia menganggap rumah itu berhantu jadi ia meminta suaminya agar segera pindah dari rumah itu.

Pindah rumah ternyata tidak membuat keadaan berbeda. Tetap banyak kejadian-kejadian aneh di rumah yang baru. Ibu John akhirnya menyarankan mereka untuk memanggil Elise Reiner (Lin Shaye), seorang paranormal untuk mengetahui permasalahan dibalik kejadian-kejadian aneh yang selama ini menghantui mereka. Dan ternyata yang terjadi adalah roh Dalton meninggalkan tubuhnya dan tersesat di alam lain. Karena itulah banyak kejadian-kejadian aneh karena di rumah mereka ada roh-roh yang menginginkan untuk masuk dalam raga Dalton yang kosong.



It’s not the house that is haunted. It’s your son. ~ Elise Reiner

Cerita film ini sebenarnya sederhana tetapi dihiasi dengan adegan-adegan yang mengejutkan. Saya suka musiknya. Menurut saya sound effect-nya , yang masih menggunakan dentingan-dentingan piano, dan efek kamera membangun suasana seram. Saya sebenarnya paling kaget ketika Yaya, teman saya yang penakut, berteriak-teriak, bukan karena filmnya. LOL. Tapi memang cukup seram kok filmnya. Masih ada penampakan-penampakan wanita dengan dress panjang atau wanita yang mirip dengan nenek sihir. Hmmm Indonesia sudah biasa ya membuat film2 horor dengan penampakan wanita seperti ini. :D bahkan lebih menakutkan film horor lokal. Tapi sekarang film horor lokal dimbumbui adegan-adegan mesum. Saya jadi tidak begitu suka. BTW yang memainkan peran Renai Lambert mirip dengan Sandi Aulia, cantik... hehehehe tapi kupikir masih terlalu muda untuk menjadi ibu dari tiga anak.



So far film ini layak tonton. Kesan horornya konsisten dari awal hingga akhir film. Namun di akhir film, ceritanya masih menggantung, mungkin nanti ada Insidious II lanjutan dari film ini. jadi penasaran? Tonton sendiri deh...!! menonton sendirian akan menambah kesan seramnya. :D