.....Thanks for Visit....Thanks for Visit....Thanks for Visit....Thanks for Visit....

Tuesday, July 19, 2011

Chinese Footbinding, Cantik itu Menyiksa!!

Semester lalu saya mendapat mata kuliah Budaya Nusantara. Kuliah itu membahas mengenai budaya suku-suku di Indonesia, termasuk kebudayaan Tionghoa yang memang menjadi budaya pendatang dan mengalami asimilasi dengan budaya Indonesia. Saya masih ingat ketika dosen saya mengatakan bahwa kedudukan wanita China dianggap jauh lebih rendah daripada laki-laki sampai ada tradisi mengikat kaki (footbinding) di China. Saya tidak tahu tradisi macam apa itu, saya pikir hanya “mengikat” biasa atau lebih mengarah kepada “membalut kaki”. Namun setelah mencari tahu, ternyata pengikatan kaki ini sangat mengerikan, jauh dari yang saya perkirakan sebelumnya. Sebuah penyiksaan yang terbungkus rapi oleh kata “tradisi”.

Lotus Tiga Inchi
















Tradisi mengikat kaki (footbinding) adalah sebuah tradisi menghentikan pertumbuhan kaki wanita-wanita China zaman dulu . Pengikatan kaki dilakukan dengan cara membalut kaki dengan ketat menggunakan kain sepanjang duapuluh kaki dengan lebar dua inchi dan proses pengikatan kaki ini dimulai sejak para wanita tersebut masih kecil.

Pertama-tama kaki diikat dengan kain tersebut. Semua jari kaki ,kecuali jempol, ditekuk ke bawah telapak kaki mendekati tumit. Hal ini menyebabkan kaki menjadi lebih pendek. Proses ini berlangsung beberapa tahun. Bahkan setelah tulang-tulang jari itu patah, kedua kaki harus tetap diikat siang-malam dengan kain tebal, sebab begitu ikatan dibuka, jari-jari itu akan berusaha kembali ke bentuk semula. Balutan kaki tersebut setiap hari semakin diketatkan agar kaki menjadi semakin kecil.. Kemudian kaki yang dibalut tersebut dipaksa masuk ke ke sepatu yang kecil; “Lotus Shoes”. Dalam budaya China, semakin kecil kaki wanita, semakin cantik pula wanita itu. Panjang kaki yang diikat kira-kira antara 7-15 cm (3-5 inchi)

Jika balutan terlalu ketat, maka akan muncul buku-buku di telapak kaki yang harus dipotong dengan pisau. Kuku kaki harus dipotong agar ketika ditekuk kuku tidak menusuk daging dan menjadikan daging membusuk kemudian menimbulkan infeksi. Kaki juga harus direndam dalam air panas dan dingin untuk sedikit meredakan rasa sakit.



Praktek pengikatan kaki diperkenalkan sekitar seribu tahun lalu, konon oleh seorang selir kaisar. Wanita yang berjalan terhuyung-huyung dengan kaki mungil tidak hanya menimbulkan kesan erotis; laki-laki juga senang bermain-main dengan kaki mungil yang disembunyikan dalam sepatu sutera bersulam indah. Dalam bahasa China kaki-kai itu digambarkan sebagai “bunga lili emas tiga inchi”. Dengan kaki diikat wanita akan berjalan seperti ranting rapuh diembus angin musim semi. Begitulah gambaran ideal wanita China yang dilukiskan pera seniman tradisional. Kerapuhan si wanita akan membuat pria yang melihatnya akan merasa ingin melindunginya.


Pengikatan kaki dimulai pada masa akhir dinasti Tang (618-907) dan mulai menyebar pada golongan kelas atas sampai pada zaman dinasti Song (960-1297), pada zaman dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1644-1911), budaya mengikat kaki menyebar luas dalam mayoritas masyarakat China sampai akhirnya dilarang pada Revolusi Sun Yat Sen tahun 1911. Kelompok yang menghindari adat ini hanyalah bangsa Manchu dan kelompok migran Hakka yang merupakan kelompok paling miskin dalam kasta sosial China. Kebiasaan mengikat kaki ini berlangsung selama sekitar seribu tahun dan telah menyebabkan sekitar satu milyar wanita China mengalami pengikatan kaki.

Tidak sedikit anak-anak perempuan terkena infeksi bahkan meninggal dan itu dianggap normal.Di zaman itu ketika seorang wanita menikah pun, hal pertama yang dilakukan keluarga pengantin laki-laki adalah memeriksa kaki si wanita. Kaki yang tidak diikat dianggap membawa malu bagi keluarga besar pengantin laki-laki. Terkadang ada ibu yang sangat iba melihat putrinya kesakitan dengan kaki yang diikat seperti itu kemudian melepaskan ikatannya. Namun, ketika putrinya tersebut sudah dewasa dia harus menghadapi hinaan dan cemoohan dari keluarga suaminya dan masyarakat sekitar.
Bagaimana dengan sekarang? Cantik itu menderita. Pernah dengar ungkapan “beauty is pain”? ungkapan itu sepertinya masih berlaku. Banyak wanita yang rela kakinya kesakitan menggunakan sepatu-sepatu “high heels” atau sepatu yang seperti ini. Jadi apa bedanya?

It’s just another suffering for beauty.

source:wikipedia

No comments:

Post a Comment